Custom Glitter Text
Banyoe Mili = Air mengalir (sungai) adalah aliran kehendak ALLAH. Kita yang berperahu di atas sungai dan mengikuti alirannya adalah mengikuti kehendak ALLAH. Apapun yang kita lakukan di atas perahu adalah berpengaruh untuk kita tapi tidak merubah aliran air. Aliran air sungai selalu ke bawah bermakna penurunan kuantitas umur dan kekuatan fisik. Aliran sungai ke laut bermakna kematian dan kembali kepada kumpulan spirit atau keharibaanNya. Ikhtiar manusia tidak memberi bekas kepada kekuasaan dan kehendak Allah SWT (Al Hadist). Ikhtiar manusia hanyalah memberi nilai untuk manusia itu sendiri. Pada dasarnya ikhtiar manusia merupakan bagian yang integral dari kehendak dan kekuasaan Allah SWT. Wallahua'lam

Rabu, 22 Desember 2010

ISLAM di Dadaku, IslamKebanggaanku

Posted on 15.05 by Oby_arsyil's blog

Bro en Sis, sejak tim nasional
menang terus di ajang AFF Suzuki
Cup 2010 ini, dukungan banyak
mengalir kepada Irfan Bachdim dkk.
Maka, lagu Garuda di Dadaku yang
dinyanyikan band Netral sering
terdengar di mana-mana: “Garuda di
dadaku/ Garuda kebanggaanku/ Ku
yakin hari ini pasti menang …/
Kobarkan semangatmu/ Tunjukkan
sportifitasmu/ Ku yakin hari ini pasti
menang …” Hehehe.. ini adalah
penggalan lagu bernuansa
nasionalis abis yang akhir-akhir ini
jadi penyemangat masyarakat
pecinta sepakbola di tanah air dalam
mendukung timnas sepakbolanya.

Jika banyak kaum muslimin
pecinta sepakbola timnas Indonesia
saat ini rame-rame meneriakkan
“ Garuda di Dadaku”, maka sebagai
seorang muslim sejati, kita hanya
menjadikan Islam sebagai pedoman
hidup kita. Jadi, nggak salah dong
kalo kamu berani berteriak: “Islam di
Dadaku”; “Aku bangga menjadikan
Islam sebagai pedoman hidupku”;
“Saat ini, Islam pasti menang”;
“Kuyakin, Islam pasti berjaya!” dan
lain sebagainya. Keren bukan?
Indonesia adalah negeri
berpenduduk muslim terbesar di
dunia, Gan. Duh, kayaknya agak
malu-maluin deh kalo sampe jumlah
yang banyak itu kini kualitas
kepribadian Islamnya amat
kedodoran. Ketimbang bangga
dengan Islam dan menjadikannya
jalan hidup, malah bangga dengan
timnas sepakbola, malah rela
mengeluarkan duitnya untuk nonton
pertandingan, malah asik mencari
hiburan dan kebanggaan semu
lainnya. Nggak banget deh.
Oya, saya juga suka sepakbola.
Tapi saya berusaha agar
menikmatinya sekadarnya saja. Itu
pun menontonnya melalui layar
televisi dan jika memang sedang
sepi aktivitas saja. Sekadar hiburan
lah. Tak lebih tak kurang. Hehehe..
ini bukan nyombong lho. Tapi kita,
kaum muslimin, sebaiknya sudah
paham hal-hal mana saja yang
menjadi prioritas amalan kita. Yang
wajib tentu saja harus didahulukan,
terus di bawahnya ada amalan yang
sunnah, di bawahnya lagi baru
amalan yang mubah. Itu pun mau
diambil silakan, nggak diambil juga
nggak apa-apa kok. Namanya aja
mubah.

Nah, nonton sepakbola melalui layar
televisi adalah mubah alias boleh-
boleh saja. But, kalo sengaja dateng
ke stadion, maka hukum yang
menyertainya akan jadi banyak. Kita
jadi terkena larangan bercampur-
baur dengan lawan jenis, belum lagi
kita kesulitan mengontrol orang di
sana, siapa tahu ada yang bawa
miras, ada yang niatnya mau
berantem dan sebagainya. Jadi perlu
kehati-hatian di sini. Apalagi, jika
kemudian kita lebih mementingkan
yang mubah, tapi shalat yang wajib
malah diabaikan. Maklumlah, kalo
jadwal pertandingan bola jam 19.00
misalnya, maka penonton sudah
harus dimasukkan ke stadion dari
sejak ashar, atau malah dhuhur.
Kalo yang masih mau shalat, bisa
jadi menyempatkan diri untuk shalat.
Tapi, gimana yang nggak? Emang
sih, dosa ditanggung masing-masing.
Namun, kalo kita membiarkan itu
terjadi di depan kita, dan kita tahu,
maka sama saja kita mendiamkan
kemunkaran. Jadi, waspadalah!
Boys and gals, Indonesia adalah
negeri muslim terbesar. Jadi,
seharusnya kaum musliminnya
menunjukkan identitas keislaman
dengan benar dan baik. Memang sih,
kalo mau nunjukkin identitas
keislaman itu nggak perlu jadi besar
dulu, yang penting niat dan caranya
benar. Namun apa boleh buat,
sebagai mayoritas kita juga punya
tanggung jawab moral. Artinya,
justru karena besar, maka akan
mudah dilihat oleh yang lain. Mungkin
akan dijadikan rujukan. Maka, sudah
saatnya energi kita diberikan
kepada Islam. Itu sebabnya waktu,
tenaga, pikiran, perasaan, dana,
jiwa dan apapun yang bisa kita
berikan untuk kemaslahatan umat
Islam dan kejayaan Islam, mulai kita
tunjukkan. Buktikan kepedulian kita
kepada Islam.
Malu dong, masa’ kalo nonton
sepakbola pengennya datang ke
stadion, rame-rame menikmati aksi
para pemain idola, rela ngeluarin
duit, rela meluangkan waktu,
sepertinya nggak rugi meskipun
badan capek dan pegel. Semua itu
merasa akan terbayar lunas saat
menyaksikan pertandingan yang
membela atas nama bangsa. Tetapi,
pada faktanya, banyak di antara
kita yang malas datang ke tempat
pengajian, kalo pun diajak teman,
pengennya duduk di bagian paling
belakang, sebagian lagi bilang nggak
ada waktu, dan alasan lainnya yang
intinya nggak mau nunjukkin
kepedulian kepada Islam. Duh, sedih
banget kan menyaksikan umat Islam
seperti ini. Lebih cinta dunia
ketimbang mengumpulkan bekal
untuk kehidupan akhirat kelak.
Bro en Sis, jangan sampe deh kita
adalah generasi yang digambarkan
oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya
(yang artinya): “Akan datang di
suatu masa, dimana kalian
dikerumuni dari berbagai arah
bagaikan segerombolan orang-
orang rakus yang berkerumun
berebut di sekitar hidangan. ” Di
antara para sahabat ada yang
bertanya keheran-heranan,
“ Apakah karena di waktu itu kita
berjumlah sedikit, ya Rasulullah?”
Rasul menjawab, “Bukan, bahkan
jumlah kalian pada waktu itu banyak.
Akan tetapi kalian laksana buih yang
terapung-apung. Pada waktu itu
rasa takut di hati musuh-musuh
kalian telah dicabut oleh Allah dan
dalam jiwa kalian tertanam penyakit
al wahnu.” “Apa itu al wahnu?”
tanya sahabat. Jawab Rasulullah,
“ Cinta dunia dan takut mati.” (HR
Ahmad)
Cinta dunia? Benar. Saat ini orang
lebih menginginkan hal yang duniawi
ketimbang ukhrawi (akhirat). Demi
kebahagiaan di dunia, banyak orang
lupa syariat. Maka, korupsi,
misalnya, jadi jalan pintas untuk
meraih kenikmatan dunia. Dunia yang
gemerlap seringkali menyilaukan. Itu
sebabnya jabatan, harta,
kenikmatan syahwat dan yang
mengitarinya akan diburu meskipun
harus melanggar syariat.
Kebanggaan-kebanggaan yang
diagungkan bukan lagi kehidupan
akhirat, bukan lagi bangga sebagai
muslim yang taat syariat, bukan lagi
kebanggaan sebagai muslim yang
mencintai Islam sepenuh hati. Tapi,
kebanggaan itu sudah beralih
kepada kebanggaan semu: atas
nama harga diri bangsa, atas nama
nasionalisme, atas nama sepakbola,
atas nama hedonisme dan selera
rendah lainnya. Maaf lho. Ini bukan
nuduh, tapi kenyataannya memang
demikian. Semoga kita semua,
generasi muslim yang cinta Islam dan
taat syariatnya tetap istiqomah
dalam menunjukkan identitas
keislaman kita. Apalagi, kita adalah
warga dari negeri yang mayoritas
penduduknya muslim. Betul?
Islam identitas kita
Allah sudah memuji kita, bahwa kita
adalah ummat yang terbaik yang
diturunkan kepada manusia. Firman
Allah Swt.:
“Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma`ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. ” (QS Ali
Imron [3]: 110)
Nah, itu identitas seorang muslim,
yakni salah satunya melakukan amar
ma ’ruf (menyuruh kepada kebaikan,
yakni Islam). Dan tentu saja wajib
dilengkapi dengan nahi munkar
(mencegah kemunkaran).
Bro en Sis, berkaitan dengan
pentingnya identitas diri kita,
Rasulullah saw. juga bersabda:
Rasulullah saw. bersabda: “Kamu
telah mengikuti sunnah orang-orang
sebelum kamu sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta.
Sehingga jika mereka masuk ke
dalam lubang biawak kamu tetap
mengikuti mereka. Kami bertanya:
Wahai Rasulullah, apakah yang
engkau maksudkan itu adalah
orang-orang Yahudi dan orang-
orang Nasrani? Baginda bersabda:
Kalau bukan mereka, siapa
lagi ?” (HR Bukhari Muslim)
Waduh ngeri juga ya? Lha iya, bagi
seorang muslim terlarang baginya
mengikuti budaya atau gaya hidup
kaum lain. Bisa berbahaya. Bahkan
seharusnya bangga menjadi
seorang muslim yang memiliki
identitas islami. So, kalo bangganya
dengan nasionalisme, bangga
karena timnas sepakbola mainnya
jago dan bisa ngalahin negara lain,
atau kebanggaan semu lainnya,
maka saatnya kamu kudu
interospeksi diri. Ukur yuk kekuatan
kita dalam mencintai dan terikat-kait
dengan syariat Islam. Seberapa kuat
sih kita taat syariat? Atau malah
sebaliknya, kita kuat dalam
mencontek gaya hidup kaum lain
selain Islam? Naudzubillahi min
dzalik!
Yuk, kita tunjukkan identitas islami
yang hakiki, yakni benar dalam
pikiran dan perasaannya. Pikir dan
rasa kita hanya dibalut dengan
ajaran Islam. Supaya bisa memiliki
kepribadian Islam yang benar dan
baik, giatlah mencari ilmu Islam dan
mengamalkannya. Selain itu tentu
saja kita hanya bangga dengan
Islam dan syariatnya. Itu sebabnya,
bukan garuda di dadaku, tapi yang
pantas dan layak bagi seorang
muslim adalah: ISLAM di Dadaku! Islam
kebanggaanku! Sudah saatnya Islam
meraih kemenangan! Siap kan? Yuk,
tunjukkan bareng-bareng
kepedulian kita kepada Islam!

No Response to "ISLAM di Dadaku, IslamKebanggaanku"

Leave A Reply