Custom Glitter Text
Banyoe Mili = Air mengalir (sungai) adalah aliran kehendak ALLAH. Kita yang berperahu di atas sungai dan mengikuti alirannya adalah mengikuti kehendak ALLAH. Apapun yang kita lakukan di atas perahu adalah berpengaruh untuk kita tapi tidak merubah aliran air. Aliran air sungai selalu ke bawah bermakna penurunan kuantitas umur dan kekuatan fisik. Aliran sungai ke laut bermakna kematian dan kembali kepada kumpulan spirit atau keharibaanNya. Ikhtiar manusia tidak memberi bekas kepada kekuasaan dan kehendak Allah SWT (Al Hadist). Ikhtiar manusia hanyalah memberi nilai untuk manusia itu sendiri. Pada dasarnya ikhtiar manusia merupakan bagian yang integral dari kehendak dan kekuasaan Allah SWT. Wallahua'lam

Sabtu, 25 Desember 2010

Putus ?

Posted on 14.47 by Oby_arsyil's blog

“Kita harus berhenti. Harus berani
berpisah. Aku sudah menjelaskan
padamu semuanya. Tidak ada
bedanya kalau sekarang harus
memberikan penjelasan lagi, ” kataku
padanya di suatu sore. Waktu
serasa lambat berputar. Aku
dengannya di sebuah kafe.
“Tapi aku menyayangi kamu.”
“Aku tahu. Aku juga menyayangi
kamu. Karena itu aku menawarkan
padamu, kita mengkaji Islam
bersama-sama. ”
“Kalau aku ngaji, apa kamu masih
tetap menginginkan kita berpisah?”
“Ya.”
“Sudah tidak ada artinya cinta
buatmu?”
“Cinta saja tidak cukup untuk apa
yang menjadi keinginanku saat ini.
Harusnya kita memang mendasarkan
hidup kita dengan cinta. Cinta pada
Allah, Rasulullah, pada Islam. Aku
sudah mengatakannya padamu
sebelum aku berjilbab. Dan aku tidak
akan menariknya kembali. Kita jalan
sendiri-sendiri mulai sekarang, ” aku
berusaha menguatkan hati. Meskipun
aku merasa lumer di hadapannya.
Begitu lemahnya, hingga merasakan
pandanganku kabur oleh air mata.
Tapi aku tidak akan menangis. Tidak
boleh menangis.
“Kenapa kamu membuat luka?”
“Waktu akan menyembuhkan luka,”
aku mencoba tegar.
“Waktu akan menyembuhkan luka,
tapi kita tidak akan pernah lupa
pada sakitnya. Aku tahu kamu
menyayangi aku seperti kamu
menyayangi dirimu sendiri. Aku tidak
meminta banyak darimu. Aku bahkan
tidak mempermasalahkan ngaji dan
jilbabmu. Apa kamu tidak bisa
menerima aku apa adanya? Kenapa
kamu menyakiti dirimu sendiri ?”
Dia masih menatapku. Suaranya
bergetar.
“Apakah aku masih harus
mengulanginya lagi? Bahwa apa yang
kita lakukan selama ini salah? Bahwa
tidak pernah ada kata pacaran
dalam Islam? Bahwa kita adalah
muslim dengan konsekuensi
melaksanakan Islam secara
keseluruhan? Kuakui aku memang
sedang meruntuhkan apa yang
pernah kita bangun selama ini. Aku
tidak ingin memberimu harapan
kosong. ” Aku menjawab dengan
memandang matanya.
“Kamu tidak pernah memberi alasan
kenapa menolak diajak ngaji.”
“Beri aku waktu.”
“Jangan buat aku menunggu. Itu
tidak akan mengubah apa pun. Ini
kali terakhir kita bertemu. ”
“Tidak!” Dia berteriak keras.
Beberapa pengunjung menoleh ke
tempat kami duduk, terkejut
mendengar teriakannya. Kafe ini
memang tempat favorit kami sejak
pacaran pertama kali. Lokasinya
strategis. Di jantung kota. Areanya
luas. Nyaman. Penuh rimbun
dedaunan. Desain interiornya
bernuansa Jawa kesukaanku.
Meskipun beberapa pengunjung
mendengar teriakannya, aku yakin
mereka tidak akan mengerti.
Tepatnya, tidak akan peduli. Hidup
dalam masyarakat kapitalis membuat
setiap orang berpikir kepentingan
diri sendiri. Kapitalisme memang ibu
kandung individualisme.
“Aku tidak mau,” katanya dengan
suara tinggi.
“Aku tidak pernah berniat
menyakitimu. Maafkan aku,” aku
berjalan keluar. Meninggalkan dia
dalam kebisuan.
Semula aku ragu harus memutuskan
hubungan dengannya. Aku dan dia
sudah pacaran hampir lima tahun.
Sejak kami masih duduk di bangku
SMP. Membuat kami saling terbuka
dan mengenal sifat-sifat kami. Aku
tahu aku mencintainya. Tapi kini, aku
memahami ada yang aku cintai lebih
darinya. Walau tak kunafikan, ada
banyak kenangan tersendiri dalam
hatiku. Bagaimana pun juga,
sekarang aku harus berani dalam
kesendirianku.

No Response to "Putus ?"

Leave A Reply