Custom Glitter Text
Banyoe Mili = Air mengalir (sungai) adalah aliran kehendak ALLAH. Kita yang berperahu di atas sungai dan mengikuti alirannya adalah mengikuti kehendak ALLAH. Apapun yang kita lakukan di atas perahu adalah berpengaruh untuk kita tapi tidak merubah aliran air. Aliran air sungai selalu ke bawah bermakna penurunan kuantitas umur dan kekuatan fisik. Aliran sungai ke laut bermakna kematian dan kembali kepada kumpulan spirit atau keharibaanNya. Ikhtiar manusia tidak memberi bekas kepada kekuasaan dan kehendak Allah SWT (Al Hadist). Ikhtiar manusia hanyalah memberi nilai untuk manusia itu sendiri. Pada dasarnya ikhtiar manusia merupakan bagian yang integral dari kehendak dan kekuasaan Allah SWT. Wallahua'lam

Jumat, 24 Desember 2010

Rahasia Pohon Pinus

Posted on 14.19 by Oby_arsyil's blog

Andrian membuka kaca mata
hitamnya. Dari kaca spion dilihatnya
rambutnya yang sedikit acak-
acakan. Dengan jari tangannya yang
putih dan kokoh karena rajin fitness
dan angkat barbell, dirapihkannya
anak rambut di depan matanya.
Sambil tangan kirinya tetap
memegang helm arai hitamnya. Dia
tidak turun dari motor, dia nampak
menunggu seseorang di depan
sebuah gedung ruko bertingkat lima.
Dilihatnya jam tangan di pergelangan
tangan kanannya, tak lama ia
bergumam pelan.
“Masih lama.”
Dia mengeluarkan handphone
Blackberry dari saku celananya.
Mulai asik ber-facebook ria.
Dilihatnya setiap status dari teman-
temannya, tidak ada yang menarik
untuk dikomentari. Gumamnya lagi.
Kemudian ia masuk ke profil seorang
gadis berjilbab lebar, sahabatnya
waktu di kampus dulu. Sahabat yang
sama-sama bergabung di Rohis juga.
Dilihatnya sebuah status yang
terakhir di update-nya. Sekitar dua
minggu yang lalu. Pelan-pelan
dibacanya setiap Komen yang ada di
bawahnya. Taklama jari tangannya
berhenti pada sederet status yang
bertuliskan curhatan hati gadis itu.
“Aku mencintaimu, tapi aku lebih
mencintai Tuhanku. Ketika segala
doa Istikhorohku kupanjatkan, aku
harus kecewa ketika bayangan yang
hadir semakin jelas, bukan
bayanganmu. ”

Dibawahnya terdapat 15 komen yang
menanyakan maksud dari kata-
katanya, tapi tidak ada satupun
jawaban darinya yang menjelaskan
maksud tulisannya.
Dasar gunung es, batin Andrian. Dia
tersenyum sedikit. Gunung es adalah
panggilan Andrian untuk gadis itu.
Seperti tampilan gunung es, ia
seolah dingin dan teguh, sementara
jauh di dalam jiwanya, ia adalah
wanita yang rapuh.
Tiba-tiba hadir pertanyaan yang
hampir sama dengan beberapa
koment yang bertanya pada
statusnya.
“Maksudnya apa yah? Apa mungkin,
ah gak mungkin ah..” Hatinya
bertanya. Mata Andrian menerawang
pada kemacetan lalu lintas di jalan
raya, sementara hatinya menjadi
tidak jelas. Sepertinya ada sesuatu
yang diharapkannya.
Tiba-tiba suara lembut seorang
gadis mengejutkannya.
Membuyarkan lamunannya.
“Dor…!” Tepukan keras di bahunya
hampir menghilangkan keseimbangan
kakinya.
Sedikit kesal ia mengomel kearah
gadis manis itu.
“Rese.” Andrian cemberut
kearahnya. Sementara Chaira, si
gadis manis itu hanya membalas
dengan senyuman.
“Mikirin apa sih, Mas…?” Chaira
mendekatkan wajahnya ke depan
wajah Andrian. Andrian sedikit
terkejut. Dia menarik wajahnya
beberapa senti dari wajah Chaira.
Chaira kembali tertawa renyah.
“Kayaknya lagi mikirin yang lain neh.
Bikin jelous aja.” Chaira cemberut.
“ga mikirin apa-apa kok. Udah, Mau
pulang gak?” Andrian langsung
memberikan helm kearah Chaira.
Chaira langsung menerimanya, masih
dengan ekspresi kesal karena tidak
mendapatkan jawaban apapun dari
pertanyaannya. Chaira langsung
duduk di belakang Andrian, dan
memegang pinggang Andrian erat.
Andrian langsung memakai helmnya
dan langsung kembali tancap gas
menikmati kemacetan daerah Ciputat.
Semenjak reunian SMA 2 Mei tahun
lalu, tak sengaja mempertemukan
Andrian dengan sahabat sekelasnya
dulu, Chaira. Sejak itulah kedekatan
itu mulai berubah menjadi hubungan
yang istimewa antara keduanya.
Mestinya Andrian telah wisuda tahun
lalu, tapi karena kesalahannya dulu
akhirnya ia harus rela menunda
setahun masa kuliahnya. Andrian
tercatat sebagai mahasiswa Fakultas
Hukum di sebuah Universitas di
Pamulang setiap hari selalu
menjemput Chaira ke Kantornya
yang kebetulan dekat dengan
kampusnya di daerah Ciputat, baik
dengan motornya atau dengan
Honda civic milik kakaknya.
Selama perjalanan, Andrian hanya
diam. Chaira pun menjadi tidak
semangat untuk menggodanya.
Taklama motor Ninja Hitam itu
memasuki komplek perumahan elit di
Pamulang. Setelah gang kedua,
Andrian langsung membelokkan
motornya ke kiri dan taklama ia pun
berhenti di sebuah rumah minimalis
bercat hitam abu-abu.
Tanpa mematikan mesin motor,
Chaira langsung turun dari motor
Andrian. Baru ia akan
mempersilahkan Andrian mampir,
Andrian malah langsung pamit
pulang. Chaira semakin kesal dan
bingung dibuatnya. Dengan mulut
yang agak maju lima senti, ia
langsung menghambur masuk ke
kamar.
Andrian kembali menikmati kemacetan
lalu lintas menuju rumahnya. Di
bundaran Pamulang depan
Kampusnya, ia sedikit ragu. Ada
sedikit keinginan untuk mengulang
masa lalunya beberapa tahun yang
lalu. Saat ia dan gadis itu sama-
sama masih berkuliah dan aktif di
Organisasi yang sama.
Ia langsung memasuki gerbang
kampus, satpam jaga yang baru
satu jam yang lalu memberikan kartu
parkir padanya sedikit heran. Kesal
tepatnya, karena ia harus kembali
mencatat nomor motor Andrian di
catatan kendaraan masuk.
Setelah memarkir motornya, ia
langsung berjalan ke basement
mengamati setiap sudutnya. Ia
terhenti di depan sekertariat Rohis.
Sekarang, hanya UKM ini yang tidak
ada penghuninya. Hanya tumpukan
debu dan deretan buku-buku agama
Islam yang menjadi saksi bisu ketika
Ia dan rekan-rekannya membangun
Rohis kala itu.
Sekarang Rohis sepi. Semenjak
beredarnya isu kalau Rohis di
kampusnya beraliran sesat, yang
mengharuskan setiap anggotanya
membayar infaq yang besar, bahkan
tak jarang setiap anggotanya harus
berbohong kepada orang tuanya.
Bahkan yang lebih parah, Andrian
mulai sering meninggalkan sholat.
Padahal sholatlah kekuatan seorang
muslim dalam berda ’wah. Dulu juga ia
melakukan itu semua, sebagai
bentuk pengorbanan kepada Islam,
tapi yang melakukan sebenarnya
hanya dia, bukan rohisnya, bukan
teman-temannya. Ia yang jahat,
karena Ia lah yang menggunakan
jabatannya sebagai ketua Rohis
untuk mengajak adik kelasnya
masuk ke aliran yang dianggap
sesat itu. Ada sedikit sesal dalam
hatinya. Ia merasa bersalah atas
semuanya. Terlebih, kepada Deriska.
Hanya Deriska lah yang tahu semua
yang dilakukannya. Karena saat itu,
Deriska lah orang yang ingin
diajaknya untuk sama-sama masuk
ke aliran itu. Tapi Deriska tidak
pernah mau, bahkan saat itu dia
sendirilah yang mulai menjauhi
Deriska, karena menurutnya
mengajak orang yang tidak
diberikan hidayah oleh Allah hanya
akan membuang waktu saja.
Sejak itu Andrian semakin hanyut
dalam berbagai pengorbanannya di
organisasi itu, ia semakin sering
bolos dan membuat semua nilai-nilai
kuliahnya anjlok. Bahkan, untuk
hitungan mahasiswa yang terbilang
cerdas, ia harus menerima IPK 1,7
saat semester enam. Air matanya
sedikit menggenang ketika
mengingat semua kejadian itu. Ketika
hampir membentuk anak sungai di
pipinya, tiba-tiba ada sebuah tangan
kokoh yang memegang bahunya.
“Belum pulang?” Tanya suara tegas
di belakangnya.
Andrian langsung membalikkan
badannya memandangi orang yang
mengajaknya berbicara.
“Belum, Pak. Masih pengen di
Kampus.” Jawabnya dengan sedikit
malu.
“Kenapa, ada yang ingin diceritain?”
Tanya laki-laki berbadan tegap itu
selanjutnya.
Andrian hanya membalasnya dengan
sebuah anggukan, dan langkah kaki
menuju sebuah kursi panjang. Ia
melepas tasnya dan mempersilahkan
laki-laki itu duduk di sebelahnya.
Laki-laki yang bernama Pak Kuncoro
langsung duduk di sebelahnya. Dulu
mereka begitu dekat, sebagai ketua
dan Pambina Rohis. Selain sebagai
pembina Rohis, Pak Kuncoro juga
dosen Hukum Bisnis, mata kuliah
favoritnya di kampus. Tapi itu dulu
sekali, sebelum Andrian memilih pada
pilihan yang salah.
“Kadang, saya merasa sangat
bersalah Pak, melihat Rohis berhenti
tanpa ada kegiatan apa-apa. Mereka
takut kalau Rohis itu sesat kan,
Pak. ” Andrian memulai pembicaraan.
“Yan, terjadi atau tidak terjadinya
segala sesuatu itu sudah ada yang
mengatur. Mungkin ini juga ujian dari
Allah, bahwa jalan da ’wah itu
memang sulit. Jalan da’wah itu ibarat
sebuah jalan raya pada awalnya,
yang ikut pun berbondong-bondong.
Tapi kemudian semakin lama akan
semakin sempit, bahkan mungkin
hanya mampu dilewati oleh satu
orang saja. Karena di situlah
saringan Allah, yan.” Pak Kuncoro
memberikan penjelasan.
Andrian menatapnya dalam. Sorot
matanya seolah menggambarkan
kesedihan yang dalam. Mungkin ia
pula penyebabnya. Dulu, dulu sekali
Pembinanya ini pernah sangat
berharap kalau Andrian akan
menjadi orang yang akan
meneruskan langkah Da ’wahnya di
kampus ini, tapi ternyata, justru
ialah yang menghacurkan da ’wah di
kampusnya sendiri.
“Bapak marah sama saya?” Tanya
Andrian kemudian.
“Kenapa saya harus marah sama
kamu?” Pak Kuncoro balik bertanya.
Andrian kehilangan jawaban.
“Karena saya sudah menghancurkan
harapan bapak ke saya.” Jawabnya
pelan.
“Saya tidak pernah merasa seperti
itu. Saya bukan Tuhan yang berhak
menentukan, bahkan Allah saja
memberikan pilihan kepada setiap
makhluknya untuk memilih. ” Tatapan
Pak Kuncoro tajam.
“Saya…” Andrian tak mampu
melanjutkan kata-katanya.
“Yan, kalau saya lihat terkadang
kamu yang selalu menyalahkan
dirimu sendiri. ”
“Saya kehilangan banyak, Pak.
Kehilangan saudara-saudara saya,
kehilangan masa depan saya.
Saya …” Andrian memeluk Pak
Kuncoro erat. Rasa penyesalannya
terlalu dalam.
Pak Kuncoro menepuk-nepuk
punggung Andrian berusaha
menguatkan. Ia terisak cukup lama.
Pak Kuncoro pun menarik nafas
berat. Ia pun merasakan
kekecewaan yang dalam atas semua
yang telah terjadi, tapi inilah yang
harus dijalani.
“Sudah, Yan. Semua sudah terjadi.
udah bukan waktunya lagi menangisi
yang sudah terjadi. sekarang tinggal
bagaimana bisa bangkit dan memulai
semuanya dari awal lagi. ” Pak
Kuncoro mendorong pelan bahu
Andrian, berusaha menegakkan dan
menegarkan Andrian.
“Pak, boleh Tanya sesuatu?”
Andrian bertanya dengan suara
parau.
Pak Kuncoro menjawabnya dengan
sebuah anggukan.
“Kabar Deriska gimana, Pak.”
“Deriska, Alhamdulillah baik.
Emangnya kamu ngga pernah ada
kontak lagi sama dia ?” Pak Kuncoro
tersenyum menggodanya. Ia teringat
sesuatu.
“Saya cuma mau minta maaf sama
Dia, Pak. Saya dulu hampir
menjerumuskan dia dalam keyakinan
saya. Untungnya dia punya iman
yang lebih kuat dari saya. ” Andrian
tersenyum kecil.
“Yan, ada amanah dari Deriska.
Sepertinya saya memang harus
menyampaikannya ke kamu.
Sebentar. ” Pak Kuncoro mengambil
sebuah map biru dari dalam tasnya.
Dipandanginya sejenak map itu, ia
Nampak berpikir sejenak. Dan
langsung memberikan map itu ke
Andrian.
“Apa ini, Pak?” Tanya Andrian
penasaran.
“Baca saja sendiri. Saya sekalian
pamit yah, sudah malam.” Pak
Kuncoro sedikit tersenyum dan
langsung berjalan meninggalkan
Andrian dan rasa penasarannya.
Andrian membolak-balik map biru
ditangannya. Dengan sedikit ragu ia
membuka map itu. Rupanya berisi
sepucuk surat dari Deriska.
Andrian mulai membacanya.
“Assalamu’alaikum Wr.Wb. Apa
kabar An? Sehat selalu kan? Mudah-
mudahan Allah selalu menjagamu
untukku. ” Andrian tersenyum
membaca suratnya. Dia kembali
melanjutkan membaca surat itu.
“An, jangan telat makan yah. Kamu
makin kurus sekarang, (kamu pasti
kaget kenapa aku bisa tahu).
Beberapa hari yang lalu aku ke
kampus An, aku ada urusan sedikit
dengan Pak Kuncoro dan beberapa
orang dosen di kampus, dan ga
sengaja aku lihat kamu di parkiran.
Sayang, sekarang aku sudah gak
bisa lagi membawakanmu sari roti,
roti favoritmu untuk sarapan. ”
Andrian tersentak. Rupanya Deriska
masih mengingat roti kesukaannya,
tepatnya makanan yang sering
dikonsumsinya ketika tidak sempat
makan siang atau sarapan karena
harus langsung mengikuti berbagai
kegiatan di Rohis Gadungannya.
“An, kamu inget dulu aku pernah
minta apa sama kamu, dan kamu
inget dulu terakhir kali sebelum
kamu memutuskan komunikasimu
sama aku kamu bilang apa ke aku?
Dulu kamu pernah bilang, kalau aku
gak mau ikut kamu ke komunitasmu,
maka aku harus siap kehilanganmu.
Padahal sejujurnya aku gak pernah
siap kehilangan kamu. Dan kamu
ingat waktu itu aku pernah minta apa
sama kamu, aku bilang, kembalinya
kamu kepada Islam, kepada Sholatmu
adalah hadiah terindah untukku.
Tapi sepertinya itu semua gak akan
pernah bisa aku lihat lagi, An. Aku
dengar sekarang kamu punya pacar,
padahal dulu aku tahu kamu tidak
akan pacaran. ”
Dada Andrian sedikit sesak. Ia
merasakan ada sesuatu yang akan
membuat jiwanya meledak.
“Maafkan aku, An. Maafkan cintaku
yang salah. Kamu pikir, untuk apa
aku mengikuti setiap aktivitasmu?
Apa kamu pikir aku akan mengikuti
keislamanmu? Aku akan
meninggalkan sholatku? Tidak An,
dan berharap tidak akan pernah.
Apa kau tahu mengapa aku
melakukan itu semua? Karena aku
mencintaimu, An. (Maafkan aku ya
Allah, karena aku telah mengotori
cintaku Pada-Mu).
Tulisan tinta pada paragraf itu
nampak luntur. Sepertinya ada air
mata yang menitik disana. Dada
Andrian sesak tiba-tiba.
Mungkinkah? Apakah orang yang
dimaksud dalam status terakhir di
facebook-nya Deriska adalah dia?
“Aku mencintaimu selama 4 tahun
kita sama-sama di Rohis, An. Aku
gak pernah ngerasain perhatian
seorang ikhwan yang bergitu besar
padaku, sampai dia rela
meminjamkan jaketnya untuk aku
pakai padahal dia sendiri
kedinginan, dan kamu mampu
melakukan itu waktu kita tafakur
alam. Cuma kamu yang ada waktu
aku bingung. Dulu …dulu sekali An,
dalam solat istikhorohku ada kamu.
Makanya disitu aku yakin, kamu
adalah jawaban dari Allah untukku.
Hingga semua berubah. Hingga
mereka semua mengambilmu dari
aku, dari Rohis kita dan dari Sholat-
mu. Aku benci mereka, An. Aku benci
mereka yang merusakmu. Hingga aku
harus berani menerima kenyataan
bahwa Andrian yang aku kenal
sudah mati !”
Airmata Andrian meleleh. Ia begitu
cengeng, bahkan begitu bodoh. Dia
tak kuasa menahan semua beban di
dadanya. Hanya tumpukan debu dan
buku-buku Islami yang mampu
menggambarkan semua
kenangannya bersama Rohis yang
dulu.
Dengan berat Andrian melanjutkan
mambaca surat Deriska.
“Hatiku kotor sekarang, An. Dadaku
sesak menyimpan semua perasaan
ini, sendiri dan selama 4 tahun, An.
Hingga kemudian Allah berikan
sebuah jalan untuk pembersihan
hatiku. Pak Kuncoro menawarkan
seorang ikhwan yang ingin ta ’aruf
denganku. Awalnya aku ragu karena
aku ingin selalu menunggumu, tapi
aku sadar, cinta ini Cuma aku yang
punya. Cinta ini hanya aku yang
rasa, sementara kamu tidak. Hingga
akhirnya aku terima proses ta ’aruf
itu. Aku hanya ingin membersihkan
hatiku, An. Hingga suatu malam,
dalam istikhorohku, Allah berikan
jawaban yang selalu aku tunggu,
sakit memang tapi aku yakin inilah
yang terbaik. Bayangan kamu dalam
istikhorohku tiba-tiba berkabut, dan
wajah lain yang berganti menghiasi
mimpiku. Disitu aku yakin, kau
memang yang ku inginkan, tapi
ternyata bukan kau yang ku
butuhkan. Maafkan aku, An. Aku
mencintaimu tapi aku lebih mencintai
Tuhan-ku. Wassalam ’alaikum.wr.wb.
Dengan sisa kekuatan aku
menyimpanmu dalam kotak masa
laluku.
Deriska.
Kali ini semua beban dan sesak
dalam hati Andrian berubah menjadi
sebuah penyesalan yang tergambar
dari aliran sungai di pipinya. Ia
benar-benar menangis. ia menyesali
semuanya. Tapi entah apa yang
disesalinya. Ia berjalan gontai
melewati kerumunan anak-anak
yang sedang berkumpul di depan
mading. Dari bisik-bisik mereka,
Andrian mendengar bahwa Deriska
akan menikah minggu depan.
Andrian berlari cepat meninggalkan
basement menuju parkiran dan
langsung memacu Ninjanya menuju
arah gerbang kampus. Ia tancap gas
setelah mengembalikan kartu parkir
ke petugas satpam yang baru
berganti tugas. Tatapan heran
mereka mengiringi laju motor
Andrian.
Andrian tidak pulang ke rumah. Dia
bermalam di cibodas – Puncak.
Perjalanan Pamulang–Cibodas
membuatnya semakin sesak.
Beberapa kali ia hamper menabrak
kendaraan di depannya, atau
diteriaki “gila” oleh pengguna jalan
lainnya karena ia sering menyalip
kendaraan yang lain, atau meng-gas
motornya dengan kencang.
Sesampainya di bumi perkemahan
Cibodas, ia langsung memarkir
motornya. Setelah membeli tiket
kepada petugas bumi perkemahan ia
langsung berlari menembus gelapnya
malam rimbunan pepohonan. Dengan
perasaan yang tak menentu. Setelah
lelah berlari, ia berhenti di tengah-
tengah rimbunan pepohonan.
Dulu, ia pernah memberikan jaketnya
untuk seorang gadis. Untuk deriska.
Kali ini ia benar-benar menyesal.
Airmatanya mengair semakin deras.
Ia menangis dalam kegelapan malam
Cibodas, menyatu dengan desiran
angin malam yang menyapu
wajahnya.
“Aku mencintaimu, De…lebih
mencintaimu dari apa yang kau
bayangkan. Aku selalu menyimpanmu
disini, De. Disini …tapi kenapa ga
pernah ada kesempatan kedua
untukku, De? Semua yang aku lakuin
ke kamu karena aku sayang kamu
de …”. Andrian berteriak keras
sambil menepuk dadanya.
Dulu.dulu sekali, persahabatan
diantara keduanya telah melahirkan
rasa yang tidak seharusnya ada
diantara mereka. Hingga sulit sekali
mengartikan apakah cinta yang hadir
diantara mereka telah menjadi
anugerah atau ujian bagi mereka
sebagai aktivis Da ’wah. Hanya Allah
yang tahu seberapa besar Cinta
seorang hamba kepada-Nya.[]
Aku mencintaimu, tapi aku lebih
mencintai Tuhanku.

No Response to "Rahasia Pohon Pinus"

Leave A Reply